Pro-Kontra Omnibus Law, ForSEBI Adakan Seminar Kajian "Omnibus Law dari Berbagai Perspektif: Cilaka atau Celaka ?"

Forum Studi Ekonomi dan Bisnis Islam (ForSEBI) UIN Sunan Kalijaga menggelar seminar dengan mengusung tema “Omnibus Law dari Berbagai Perspektif, Cilaka atau Celaka ?” di Teatrikal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (06/03/2020), Jumat, Yogyakarta. Dalam acara tersebut Forum Studi Ekonomi dan Bisnis Islam (ForSEBI) menghadirkan tiga pemateri, yaitu Bpk. Abdul Qoyum, S.E.I., M.Sc.Fin (Dosen FEBI UIN Sunan Kalijaga), Ariyanto Wibowo, S. H., M. HUM. (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY), dan Khotibul Umam (Majelis Ulama Indonesia DIY) dalam memberikan kajian Omnibus Law kepada para mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada acara tersebut telah menarik perhatian mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga baik sarjana atau magister.

Adapun tujuan dari kegiatan ini, “mensosialisasikanseperti apa kegiatan positif yang dijadikan contoh untuk RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan mengajak seluruh peserta untuk berdiskusimengenai Rancangan Undang- Undang ini sekaligus edukasi tentang permasalahan tema yang diangkat,” sambutan ketua ForSEBI.

Pro-kontra Omnibus Law masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Beberapa orang menerima, sebagian tidak paham dan sisanya menolak. Atas hal ini, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY menyampaikan secara gamblang keterkaitan RUU dengan disiplin ketenagakerjaan. “Pemerintah telah mengubah judul Omnibus Law yang awalnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja disingkat ‘Cilaka’ yang pada perkembanganya diluar bisa menimbulkan konotasi buruk akhirnya diganti menjadi RUU Cipta Kerja. Dan tahapan dari hasil identifikasi terdapat 82 UUD dan 1194 pasal yang diseleraskan melalui Omnibus LawCipta Kerja. Ada Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan. Dalam perkembangannya mengalamimasalah karenasosialisasi informasi RUU tidak tersampaikan kepada masyarakat, itulah yang menjadikan beberapa pro dan kontra dalam masyarakat. Sebenarnya, tujuan lain dan bukan terbentuknya RUU adalah untuk mempermudah investasi dalam artian tetap adanya aturan-aturan. Dengan maksud diterapkannya Omnibus Law sendiri menghilangkan tumpang tindih antara Peraturan Perundang-undangan, efisiensi proses perubahan atau pencabutan Peraturan Perundang-undangan, serta menghilangkan ekosektoral yang terkandung dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan. Langkah-langkah yang dilakukan kementerian ketenagakerjan dalam rangka penyusunan materi klaster ketenagakerjaan adalah melalui diskusi dengan para pengurus dan anggota serikat pekerja, diskusi dengan pengurus APINDO, diskusi secara privative melalui trivatif forum-forum sosial, dll. dengan kelompok materi pokok ketenagakerjaan meliputi tenaga kerja asing, tenaga kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja, upahan, keputusan pemutusan ketenagakerjaan, kompensansi beberapa jaminan ketenagakerjaan dan pemeberian hadiah lainnya” papar Ariyanto.

Menurut Dosen FEBI UIN Sunan Kalijaga, Bpk. Abdul Qoyum, S.E.I., M.Sc.Fin ternyata Omnibus Law RUU Cipta Kerja sangat kontras dengan Dinas Tenaga Kerja DIY. wajar karena mereka adalah pemerintah. RUU penuh dengan pasal ajaib yang memanjakan pengusaha karena menuhankan investasi dan pertumbuhan ekonomi dengan menginjak hak buruh, petani, dan UMKM juga “Halal Label” terkena sapuan juga oleh RUU Sapu Langit karena asalnya dari langit pengusaha dan pengusaha lain.